Psikologi anak pada hari pertama masuk sekolah dialami sebagian anak sebagai hari yang tidak menyenangkan. Ketika sampai di sekolah anak malah ngambek atau nangis tidak mau ditinggal. Hal ini tentunya harus dapat diatasi oleh orangtua karena jika dibiarkan terlalu lama, anak akan jadi manja dan tidak mandiri. Akan tetapi, perhatikan dulu aturan mainnya sebelum anak dilepas sendiri.

Orangtua harus menjelaskan kepada anak sejak usia dini mengenai kewajiban anak untuk menuntut ilmu dan tujuan utama kenapa anak harus bersekolah. Anak diajak ngobrol mengenai cita-cita anak apapun itu yang hanya bisa dicapai lewat sekolah. Psikologi anak yang takut dengan sekolah ini tidak hanya dialami oleh anak-anak yang baru masuk sekolah taman kanak-kanak, akan tetapi dapat juga dialami setiap anak hingga berusia 14-15 tahun, ketika anak mulai masuk di sekolah yang baru atau saat menghadapi lingkungan baru.

Umumnya, anak kelas 1-2 SD memang masih diantar-jemput oleh orangtua atau pengasuhnya. Untuk anak usia 6-7 tahun tentunya jauh lebih baik bila tetap diantar-jemput. Atau paling tidak diikutkan di mobil antar-jemput sekolah. Namun, ada juga psikologi anak yang sudah punya keinginan pergi dan pulang sekolah sendiri bersama teman-temannya naik angkutan umum. Biasanya dimulai di kelas 4.

Yang jadi pertanyaan, sebenarnya di usia berapa sih anak bisa dilepas pergi dan pulang sekolah sendiri? Jawabannya tidak ada tolok ukur yang baku mengenai hal ini. Semuanya kembali pada kesiapan masing-masing psikologi anak. Persoalannya, meski umurnya sama, kemampuan dan tingkat kematangan masing-masing anak bisa saja berbeda. Begitu pula tingkat kemandiriannya, yang tentunya tidak bisa disamaratakan begitu saja. Jadi bila anak meminta untuk berangkat dan pulang sekolah sendiri, ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan. Orangtua juga dapat menilai aspek kemandirian dan kematangan berpikir anak.

Secara umum, psikologi anak kelas 3 SD ke atas memang sudah memiliki kemampuan geografis. Anak mampu berpikir alternatif dengan kemampuan verbal yang jauh lebih maju. Bahkan keberanian dan kemandiriannya jauh lebih baik ketimbang anak kelas 1-2 SD. Namun sekali lagi, kemampuan ini tidak bisa dipukul rata. Boleh jadi, ada anak kelas 4 SD yang kemandirian dan keberaniannya masih setingkat adik nya yang duduk di kelas 2 SD. Begitu juga dengan kemampuan berpikir alternatifnya dalam mengatasi masalah bila ia berada di area publik.

Tak ada salahnya jika anak dilepas pergi dan pulang sekolah sendiri tanpa harus diantar, jika memang orangtua merasa yakin dengan kesiapan psikologi anak. Apalagi bila anak juga merasa yakin bisa berangkat sendiri. Orangtua yang paling tahu kelebihan dan kekurangan pada anak, seperti apa kondisi anak, benarkah anak mampu pergi ke sekolah sendirian atau tidak. Jika masih belum yakin benar, terutama terhadap anak yang masih duduk di kelas 1-2 SD, sebaiknya tunda saja dulu. Ikutkan saja di mobil antar-jemput. Paling tidak anak mulai belajar untuk tidak selalu ditemani oleh orangtua atau pengasuh.

Untuk Psikologi anak kelas 3 SD boleh dicoba belajar pergi dan pulang sekolah sendiri. Awalnya mungkin sebagian orangtua belum yakin. Namun jika jarak sekolah relatif dekat atau lokasinya satu kompleks dengan rumah, anak bisa pergi ke sekolah sendiri dengan berjalan kaki atau naik sepeda. Awalnya tetap didampingi saat berangkat ke sekolah namun dalam posisi yang tidak terlalu dekat. Biarkan anak berjalan lebih depan. Amati bagaimana caranya berjalan, apakah tertib atau malah seenaknya sendiri alias tidak mengacuhkan aturan keselamatan di jalan.

Semakin hari jaraknya semakin diperlebar dengan melakukan perpisahan saat berangkat dan pertemuan saat pulang di tikungan terakhir dekat sekolah, lalu mundur makin menjauh sampai akhirnya orangtua yakin dengan psikologi anak tidak perlu diantar-jemput lagi. Sebaiknya memang, anak tidak sendirian tetapi punya teman seperjalanan untuk saling menjaga.

Pastikan saja anak benar-benar hafal lokasi sekolah dan apa saja yang bisa dijadikan patokan sejak berangkat dari rumah. Begitu juga sebaliknya. Apakah itu jalan lurus kemudian segera berbelok ke kiri setelah di persimpangan, dan seterusnya. Yang sering dikhawatirkan, anak belum hafal betul letak geografis rumah dan sekolahnya hingga besar kemungkinan ia akan tersesat.

Bila memutuskan ikut jemputan, seleksi dulu ketika memilih mobil antar-jemput. Pastikan identitas pengemudi dan sikapnya saat mengemudi. Pilih yang bertanggung jawab, terlatih, pelayanannya baik dan terpercaya. Tentu saja perhatikan pula kendaraannya, apakah cukup nyaman bagi anak serta masih layak jalan atau tidak.

Yang tidak kalah penting, jalin komunikasi dengan pihak sekolah. Sampaikan kepada wali kelas, bahwa psikologi anak sedang mencoba pergi dan pulang sekolah sendiri. Dengan harapan pihak sekolah juga dapat memberikan perhatian tambahan, seperti mengantarkan anak sampai naik mobil antar-jemput atau sebatas membantu menyeberangkan jalan. Atau bila anak terlambat tiba di sekolah atau terjadi sesuatu hal yang di luar dugaan dapat menginformasikannya segera kepada orangtua.