Waktu kecil, orang tua kita sering membacakan cerita atau mendongeng sebelum kita tidur. Cerita yang disampaikan sampai saat ini pasti masih melekat di telinga kita. Seperti cerita tentang Kancil Mencuri Timun, Kancil dan Buaya dan lain-lain yang pasti kita sampaikan lagi ke anak-anak kita.
Sebetulnya dongeng seperti apakah yang dibutuhkan oleh anak-anak?
Anak-anak membutuhkan dongeng yang edukatif, yang mendidik, dan bukan dongeng yang fantastis yang membentuk pola pemikiran yang tidak masuk akal, yang membuat mereka lebih menyukai hal-hal yang instant dan cepat daripada mengikuti proses pembelajaran. Sholahudin Machrus, salah seorang pendongeng, mengatakan bahwa cerita Kancil Mencuri Timun itu justru membodohi dan mengajarkan anak untuk mempraktekkan sikap yang tidak terpuji, yaitu sikap licik dan suka membohong. Beliau juga mengatakan bahwa cerita yang menampilkan keajaiban yang fantastis dan tidak masuk akal juga harus dihindari agar anak tak terlalu berkhayal terhadap sesuatu hal yang dapat dilakukan secara instant / cepat. Misalnya cerita tentang seorang peri yang baik hati yang hanya dengan mengucapkan kata abrakadabra atau semacamnya, atau hanya dengan menggoyangkan tongkatnya, apa yang diinginkan segera terkabul.
Bagi banyak orang, mungkin mendongeng adalah sesuatu yang sulit dilakukan , padahal jika mau berusaha begitu banyak cerita sederhana yang dapat menarik perhatian si buah hati. Dongeng bisa diambil dari kisah kepahlawanan, sejarah para nabi atau kisah teladan yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Yang terpenting adalah bahwa dongeng tersebut harus memiliki unsur edukatif dan nilai moral yang positif yang dapat dicerna oleh anak.
Selamat mendongeng!